Teknik adalah cara yang dilakukan
seseorang dalam rangka mengimplementasikan
suatu metode. Misalnya, cara yang
harus dilakukan agar metode
ceramah berjalan efektif dan
efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang
melakukan proses ceramah
sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Misalnya, berceramah pada siang
hari setelah makan siang dengan jumlah
siswa yang banyak tentu saja akan
berbeda jika ceramah itu dilakukan pada
pagi hari dengan jumlah siswa
yang terbatas.
A. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran Inkuiri
menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak
diberikan secara langsung. Peran siswa
dalam strategi ini adalah mencari
dan menemukan sendiri materi pelajaran,
sedangkan guru berperan sebagai
fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.
Strategi pembelajaran inkuiri
merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses
berpikir kritis dan analitis untuk mencari
dan menemukan sendiri jawaban
dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses
berpikir itu sendiri biasanya
dilakukan melalui tanya jawab antara guru
dan siswa. Strategi pembelajaran
ini sering juga dinamakan strategi heuristic,
yang berasal dari bahasa Yunani,
yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
1. Ciri-ciri Strategi Pembelajaran
Inkuiri
Pertama, strategi inkuiri
menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal
untuk mencari dan menemukan.
Artinya strategi inkuiri menempatkan
siswa sebagai subjek belajar.
Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima
pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,
tetapi mereka berperan untuk
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran
itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang
dilakukan siswa diarahkan untuk mencari
dan menemukan jawaban sendiri
dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan
sikap percaya diri {self belief). Dengan demikian,
strategi pembelajaran inkuiri
menempatkan guru bukan sebagai sumber
belajar, akan tetapi sebagai
fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas
pembelajaran biasanya dilakukan
melalui proses tanya jawab antara guru
dan siswa. Karena itu kemampuan
guru dalam menggunakan teknik bertanya
merupakan syarat utama dalam
melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan
strategi pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir
secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan
intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam strategi
pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana mereka dapat
menggunakan potensi yang
dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran
belum tentu dapat mengembangkan
kemampuan berpikir secara optimal.
Sebaliknya, siswa akan dapat
mengembangkan kemampuan berpikirnya
manakala ia bisa menguasai materi
pelajaran.
Strategi pembelajaran inkuiri
merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa (student
centered approach). Dikatakan
demikian, sebab dalam strategi
ini siswa memegang peran yang sangat
dominan dalam proses
pembelajaran.
2. Prinsip Penggunaan Strategi
Pembelajaran Inkuiri
a. Berorientasi pada Pengembangan
Intelektual
Tujuan utama dari strategi
inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.
Dengan demikian, strategi
pembelajaran ini selain berorientasi kepada
hasil belajar juga berorientasi
pada proses belajar.
b. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya
adalah proses interaksi, baik interaksi
antara siswa maupun interaksi
siswa dengan guru, bahkan interaksi
anta-ra siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran sebagai proses interaksi
berarti menempatkan guru bukan
sebagai sumber belajar, tetapi sebagai
pengatur lingkungan atau pengatur
interaksi itu sendiri.
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan
dalam menggunakan strategi ini adalah
guru sebagai penanya. Sebab,
kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah
merupakan sebagian dari proses berpikir.
Karena itu, kemampuan guru untuk
bertanya dalam setiap langkah inkuiri
sangat diperlukan.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat
sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah
proses berpikir (learning how
to think), yakni proses mengembangkan potensi
seluruh otak. Pembelajaran
berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan
otak secara maksimal.
d. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus
dibuktikan kebenarannya.
Tugas guru adalah menyediakan
ruang untuk memberikan kesempatan
kepada siswa mengembangkan
hipotesis dan secara terbuka membuktikan
kebenaran hipotesis yang
diajukannya.
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan
Strategi Pembelajaran Inkuiri
Secara umum proses pembelajaran
dengan menggunakan strategi dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah
untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada
langkah ini guru mengkondisikan agar
siswa siap melaksanakan proses
pembelajaran. Guru merangsang dan Mengajak
siswa untuk berpikir memecahkan
masalah. Langkah orientasi merupakan
langkah yang sangat penting.
Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada
kemauan siswa untuk beraktivitas
menggunakan kemampuannya dalam memecahkan
masalah, tanpa kemauan dan
kemampuan itu tak mungkin proses pembelajaran
akan berjalan dengan lancar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan
langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung
teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan
yang menantang siswa untuk
berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan
teka-teki dalam rumusan masalah
yang ingin dikaji disebabkan masalah
itu tentu ada jawabannya, dan
siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban
itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri,
oleh sebab itu melalui proses
tersebut siswa akan memperoleh pengalaman
yang sangat berharga sebagai
upaya mengembangkan mental melalui proses
berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban
sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban
sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
Perkiraan sebagai hipotesis bukan
sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki
landasan berpikir yang kokoh,
sehingga hipotesis yang dimunculkan itu
bersifat rasional dan logis.
Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat
dipengaruhi oleh kedalaman
wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap
individu yang kurang mempunyai wawasan
akan sulit mengembangkan
hipotesis yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah
aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan
proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses
pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar,
akan tetapi juga membutuhkan
ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tugas
dan peran guru dalam tahapan ini
adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk
berpikir mencari informasi yang
dibutuhkan. Sering terjadi
kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak
apresiatif terhadap pokok
permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan
oleh gejala-gejala
ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan
gejala-gejala semacam ini, maka
guru hendaknya secara terus-menerus
memberikan dorongan kepada siswa
untuk belajar melalui penyuguhan
berbagai jenis pertanyaan secara
merata kepada seluruh siswa sehingga mereka
terangsang untuk berpikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses
menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau
informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Dalam menguji hipotesis
yang terpenting adalah mencari
tingkat keyakinan siswa atas jawaban
yang diberikan. Di samping itu, menguji
hipotesis juga berarti
mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya,
kebenaran jawaban yang diberikan
bukan hanya berdasarkan argumentasi,
akan tetapi harus didukung oleh
data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah
proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil
pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan
merupakan gong-nya dalam
proses pembelajaran. Sering terjadi, karena banyaknya
data yang diperoleh, menyebabkan
kesimpulan yang dirumuskan tidak
fokus pada masalah yang hendak
dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai
kesimpulan yang akurat sebaiknya
guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
4. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Sosial
Terjadinya ledakan pengetahuan,
menuntut perubahan pola mengajar
dari yang hanya sekadar mengingat
fakta yang biasa dilakukan melalui strategi
pembelajaran dengan metode kuliah
(lecture) atau dari metode latihan (drill)
dalam pola tradisional, menjadi
pengembangan kemampuan berpikir kritis
(critical thinking). Strategi pembelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan
berpikir itu adalah strategi
inkuiri sosial.
Menurut Bruce Joyce, inkuiri
sosial merupakan strategi pembelajaran
dari kelompok sosial (social
family) subkelompok konsep masyarakat (concept
of society). Subkelompok ini didasarkan pada
asumsi bahwa metode pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan
anggota masyarakat ideal yang dapat
hidup dan dapat mempertinggi
kualitas kehidupan masyarakat. Karena itulah
siswa harus diberi pengalaman
yang memadai bagaimana caranya memecahkan
persoalan-persoalan yang muncul
di masyarakat. Melalui pengalaman
itulah setiap individu akan dapat
membangun pengetahuan yang berguna bagi
diri dan masyarakatnya.
Inkuiri sosial dapat dipandang
sebagai suatu strategi pembelajaran yang
berorientsi kepada pengalaman
siswa.
Ada tiga karakteristik
pengembangan strategi inkuiri sosial. Pertama,
adanya aspek (masalah) sosial
dalam kelas yang dianggap penting dan dapat
mendorong terciptanya diskusi
kelas. Kedua, adanya rumusan hipotesis sebagai
fokus untuk inkuiri. Ketiga, penggunaan
fakta sebagai pengujian hipotesis.
Dari karakteristik inkuiri
seperti yang telah diuraikan di atas, maka tampak
inkuiri sosial pada dasarnya
tidak berbeda dengan inkuiri pada umumnya.
Perbedaannya terletak pada
masalah yang dikaji adalah masalah-masalah sosial
atau masalah kehidupan
masyarakat.
5. Keunggulan dan Kelemahan
Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan
strategi pembelajaran yang
banyak dianjurkan, karena
strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
a. Startegi ini merupakan
strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui
strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. Startegi ini dapat memberikan
ruang kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan gaya belajar mereka.
c. Startegi ini merupakan
strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan
psikologi belajar modern yang
menganggap belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya
pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah
strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan
siswa yang memiliki kemampuan di
atas rata-rata. Artinya, siswa yang
memiliki kemampuan belajar bagus
tidak akan terhambat oleh siswa yang
lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan,
strategi ini juga mempunyai kelemahan,
di antaranya:
a. Jika strategi ini digunakan
sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit
mengontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa.
b. Strategi ini sulit dalam
merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur
dengan kebiasaan siswa dalam
belajar.
c. Kadang-kadang dalam
mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang
telah ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasiJan
belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka
startegi ini akan sulit diimplementasikan
oleh setiap guru.
B. Pendekatan Konstruktivistik
1. Pengertian dan Tujuan Pendekatan Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik berasal dari aliran
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi
(bentukan) sendiri. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi setelah melakukan
kegiatan. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalaman. Suatu pengalaman diperoleh manusia melalui indera, sehingga melalui
indera manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dan dari sanalah
pengetahuan diperoleh. Mungkin dapat melalui mata, telinga, hidung, atau indera
lainnya. Pengetahuan akan tersusun setelah seseoarang berinteraksi dengan
lingkungan. Misalnya seseorang telah melihat sesuatu maka berarti ia telah
mengetahui pengetahuan seperti apa yang telah dilihatnya.1
Teori ini memandang bahwa pengetahuan itu ada dalam
diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari otak guru ke kepala peserta didik. peserta didik sendirilah
yang harus mengartikan apa yang telah dipelajari atau diajarkan dengan
menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian, menurut teori
ini apa-apa yang diajarkan oleh guru tidak harus dipahami oleh peserta didik.
Pemahaman peserta didik boleh berbeda dengan guru. Sehingga dapat dikatakan
bahwa yang berhak menentukan pengetahuan yang ada pada diri seseorang adalah
individu itu sendiri, bukan orang lain. Yaitu dengan melalui indera yang
dimiliki, atau dari satu pengalaman pada pengalaman yang selanjutnya. Teori ini
juga perpendapat bahwa berpikir yang baik adalah lebih penting dari pada mempunyai
jawaban yang benar. Dengan berpikir yang baik maka seseorang dapat
menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapi.
Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan yang memandang subyek
aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian
realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun
melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur
kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi
secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.2
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah
bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan
penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan
pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya. Penekanan belajar peserta didik secara aktif ini perlu
dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan peserta didik akan membantu mereka
untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif peserta didik.Belajar lebih
diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas,
yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik
melainkan pada pebelajar.3
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks
& Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective,
bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi
dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan.4 Atas dasar ini maka si
belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung
pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan konstruktivistik dan
aspek-aspek si-belajar, peranan guru, saran belajar dan evaluasi belajar.
Proses belajar menurut teori ini adalah tidak dilakukan secara sendiri-sendiri
oleh peserta didik, melainkan melalui interaksi jaringan social yang unik, atau
suatu usaha pemberian makna oleh peserta didik kepada pengalamannya melaluai
proses asimiasi dan akomodasi, yang akan terbentuk suatu kontruksi pengetahuan
yang menuju pada kemutakhiran pada kognitifnya. Menurut teori ini belajar
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Ia harus aktif melakukan kegiatan,
aktif dalam berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang
dipelajarinya. Dan hakekatnya kendali belajar sepenuhnya terdapat pada peserta
didik.5
Karakteristik pembelajaran yang dilakukan adalah:6
a. Membebaskan peserta didik dari belenggu
kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih
luas.
b. Menempatkan peserta didik sebagai kekuatan
timbulnya interes, untuk membuat hubungan diantara ide-ide atau gagasannya,
memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru bersama-sama peserta didik
mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat
bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai
interpretasi.
d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta
penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak
teratur, dan tidak mudah dikelola.
David Ausabel berargumen bahwa peserta didik tidak
selalu mengetahui apa yang penting atau relevan dan beberapa siswa membutuhkan
motivasi eksternal untuk mempelajari apa yang diajarkan di sekolah. Adapun
pandangan yang ada pada konstruktivistik adalah:7
7 Baharuddin dan Wahyuni, Esa. Teori Belajar dan
Pembelajaran. (Jogyakarta: Ar-RuzzMedia Group,
a. Membutuhkan keaktifan peserta didik
dalam belajar
b. Menekankan cara-cara bagaimana
pengatahuan peserta didik yang sudah ada dapat menjadi bagian dari pengatahuan
baru
c. Mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang
dapat berubah terus
Adapun tujuan dari pembelajaran melalui Pendekatan
konstruktivistik ini adalah menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan
(ketajaman baik dalam arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan
menilai proses dan hasil berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko
dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses
belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses
”Learn To Be” serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang
luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.8
Sedangkan
untuk tujuan pengajaran yang dilaksanakan di dalam kelas menurut Mager adalah
menitik beratkan pada perilaku peserta didik atau perbuatan (performance)
sebagai suatu jenis out put yang terdapat pada peserta didik dan teramati serta
menunjukkan bahwa peserta didik tersebut telah melaksanakan kegiatan belajar.
Pengajar mengemban tugas utamanya adalah mendidik dan membimbing peserta didik
untuk belajar serta mengembangkan dirinya. Di dalam tugasnya seseorang guru
diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memberi pengalaman-pengalaman
lain untuk membentuk kehidupan sebagai individu yang dapat hidup mandiri di
tengah-tengah masyarakat modern.9 Menurut konstruktivisme peserta didik
mengkonstruksi pengetahuan dengan cara memberi arti pada pengetahuan tersebut
sesuai pengalamannya. peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu dan mentransformasi suatu informasi kompleks ke situasi lain
serta bergelut dengan ide-ide.
C. Metode Demonstrasi
Demonstrasi merupakan metode yang
sangat efektif, sebab membantu
siswa untuk mencari jawaban
dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau
data yang benar. Metode
demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran
dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu
proses, situasi atau benda
tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan.
Sebagai metode penyajian,
demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara
lisan oleh guru. Walaupun dalam
proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar
memerhatikan, akan tetapi
demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran
lebih konkret. Dalam strategi
pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk
mendukung keberhasilan strategi pembelajaran
ekspositori dan inkuiri.
1. Kelebihan dan Kelemahan Metode
Demonstrasi
Sebagai suatu metode pembelajaran
demonstrasi memiliki beberapa kelebihan,
di antaranya:
a. Melalui metode demonstrasi
terjadinya verbalisme akan dapat dihindari,
sebab siswa disuruh langsung
memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan.
b. Proses pembelajaran akan lebih
menarik, sebab siswa tak hanya mendengar,
tetapi juga melihat peristiwa
yang terjadi.
c. Dengan cara mengamati secara
langsung siswa akan memiliki kesempatan
untuk membandingkan antara teori
dan kenyataan. Dengan demikian
siswa akan lebih meyakini
kebenaran materi pembelajaran.
Di samping beberapa kelebihan,
metode demonstrasi juga memiliki beberapa
kelemahan, di antarannya:
a. Metode demonstrasi memerlukan persiapan
yang lebih matang, sebab tanpa
persiapan yang memadai
demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan
metode ini tidak efektif lagi.
Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan
pertunjukan suatu proses
tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya
terlebih dahulu, sehingga dapat
memakan waktu yang banyak.
b. Demonstrasi memerlukan
peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai
yang berarti penggunaan metode
ini memerlukan pembiayaan yang
lebih mahal dibandingkan dengan
ceramah.
c. Demonstrasi memerlukan
kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk
bekerja lebih profesional. Di samping
itu demonstrasi juga memerlukan
kemauan dan motivasi guru yang bagus
untuk keberhasilan proses
pembelajaran siswa.
2. Langkah-langkah Menggunakan
Metode Demonstrasi
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa
hal yang harus dilakukan:
1) Rumuskan tujuan yang harus
dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi
berakhir.
2) Persiapkan garis besar
langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan.
3) Lakukan uji coba demonstrasi.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Langkah pembukaan.
Sebelum demonstrasi dilakukan ada
beberapa hal yang harus diperhatikan,
di antaranya:
a) Aturlah tempat duduk yang
memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan
dengan jelas apa yang
didemonstrasikan.
b) Kemukakan tujuan apa yang
harus dicapai oleh siswa.
c) Kemukakan tugas-tugas apa yang
harus dilakukan oleh siswa, misalnya
siswa ditugaskan untuk mencatat
hal-hal yang dianggap penting
dari pelaksanaan demonstrasi.
2) Langkah pelaksanaan
demonstrasi.
a) Mulailah demonstrasi dengan
kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa
untuk berpikir, misalnya melalui
pertanyaanpertanyaan yang mengandung
teka-teki sehingga mendorong
siswa untuk tertarik memperhatikan
demonstrasi.
b) Ciptakan suasana yang
menyejukkan dengan menghindari suasana
yang menegangkan.
c) Yakinkan bahwa semua siswa
mengikuti jalannya demonstrasi dengan
memerhatikan reaksi seluruh
siswa.
d) Berikan kesempatan kepada
siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat
dari proses demonstrasi itu.
3) Langkah mengakhiri
demonstrasi.
Apabila demonstrasi selesai
dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri
dengan memberikan tugas-tugas
tertentu yang ada kaitannya dengan
pelaksanaan demonstrasi dan
proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal
ini diperlukan untuk meyakinkan
apakah siswa memahami proses demonstrasi
itu atau tidak. Selain memberikan
tugas yang relevan, ada baiknya
guru dan siswa melakukan evaluasi
bersama tentang jalannya proses demonstrasi
itu untuk perbaikan selanjutnya.
D. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode
pembelajaran yang menghadapkan siswa
pada suatu permasalahan. Tujuan
utama metode ini adalah untuk memecahkan
suatu permasalahan, menjawab
pertanyaan, menambah dan memahami
pengetahuan siswa, serta untuk
membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena
itu, diskusi bukanlah debat yang
bersifat mengadu argumentasi. Diskusi
lebih bersifat bertukar
pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara
bersama-sama. Selama ini banyak
guru yang merasa keberatan untuk
menggunakan metode diskusi dalam
proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya
timbul dari asumsi: (1) diskusi
merupakan metode yang sulit diprediksi
hasilnya oleh karena interaksi
antar siswa muncul secara spontan, sehingga
hasil dan arah diskusi sulit
ditentukan; (2) diskusi biasanya memerlukan waktu
yang cukup panjang, padahal waktu
pembelajaran di dalam kelas sangat
terbatas, sehingga keterbatasan
itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu
secara tuntas. Sebenarnya hal ini
tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab,
dengan perencanaan dan persiapan
yang matang kejadian semacam itu bisa
dihindari.
Dilihat dari pengorganisasian
materi pembelajaran, ada perbedaan yang
sangat prinsip dibandingkan dengan
metode sebelumnya, yaitu ceramah dan
demonstrasi. Kalau metode ceramah
dan demonstrasi materi pelajaran sudah
diorganisir sedemikian rupa
sehingga guru tinggal menyampaikannya, maka
pada metode ini bahan atau materi
pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya
serta tidak disajikan secara
langsung kepada siswa, matari pembelajaran ditemukan dan diorganisir oleh siswa
sendiri, karena tujuan utama metode ini
bukan hanya sekadar hasil
belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses belajar.
Secara umum ada dua jenis diskusi
yang biasa dilakukan dalam proses
pembelajaran. Pertama, diskusi
kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi
kelas. Pada diskusi ini
permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan
oleh kelas secara keseluruhan.
Pengatur jalannya diskusi adalah guru. Kedua,
diskusi kelompok kecil. Pada
diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 3-7
orang. Proses pelaksanaan diskusi ini
dimulai dari guru menyajikan
masalah dengan beberapa submasalah. Setiap
kelompok memecahkan submasalah
yang disampaikan guru. Proses diskusi
diakhiri dengan laporan setiap
kelompok.
1. Kelebihan dan Kelemahan Metode
Diskusi
Ada beberapa kelebihan metode
diskusi, manakala diterapkan dalam
kegiatan belajar mengajar.
a. Metode diskusi dapat
merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya
dalam memberikan gagasan dan
ide-ide.
b. Dapat melatih untuk
membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi
setiap permasalahan.
c. Dapat melatih siswa untuk
dapat mengemukakan pendapat atau gagasan
secara verbal. Di samping itu,
diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai
pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan,
diskusi juga memiliki beberapa kelemahan,
di antaranya:
a. Sering terjadi pembicaraan
dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa
yang memiliki keterampilan
berbicara.
b. Kadang-kadang pembahasan dalam
diskusi meluas, sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
c. Memerlukan waktu yang cukup
panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang direncanakan.
d. Dalam diskusi sering terjadi
perbedaan pendapat yang bersifat emosional
yang tidak terkontrol. Akibatnya,
kadang-kadang ada pihak yang merasa
tersinggung, sehingga dapat
mengganggu iklim pembelajaran.
2. Jenis-jenis Diskusi
Terdapat bemacam-macam jenis
diskusi yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, antara lain:
a. Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga
diskusi kelompok adalah proses pemecahan
masalah yang dilakukan oleh
seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi.
Prosedur yang digunakan dalam
jenis diskusi ini adalah: (1) guru membagi
tugas sebagai pelaksanaan
diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi
moderator, siapa yang menjadi
penulis; (2) sumber masalah (guru, siswa, atau
ahli tertentu dari luar)
memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama
10-15 menit; (3) siswa diberi
kesempatan untuk menanggapi permasalahan
setelah mendaftar pada moderator;
(4) sumber masalah memberi tanggapan;
dan (5) moderator menyimpulkan
hasil diskusi.
b. Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan
dengan membagi siswa dalam kelompok-
kelompok. Jumlah anggota kelompok
antara 3-5 orang. Pelaksanaannya
dimulai dengan guru menyajikan
permasalahan secara umum, kemudian masalah
tersebut dibagi-bagi ke dalam
submasalah yang harus dipecahkan oleh
setiap kelompok kecil. Selesai diskusi
dalam kelompok kecil, ketua kelompok
menyajikan hasil diskusinya.
c. Simposium
Simposium adalah metode mengajar
dengan membahas suatu persoalan
dipandang dari berbagai sudut
pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan
untuk memberikan wawasan yang
luas kepada siswa. Setelah para
penyaji memberikan pandangannya
tentang masalah yang dibahas, maka simposium
diakhiri dengan pembacaan
kesimpulan hasil kerja tim perumus yang
telah ditentukan sebelumnya.
d. Diskusi Panel
Diskusi panel adalah pembahasan
suatu masalah yang dilakukan oleh
beberapa orang panelis yang
biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens.
Diskusi panel berbeda dengan
jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel
audiens tidak terlibat secara
langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau
para panelis yang sedang
melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi
panel efektif perlu digabungkan
dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk
merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.
3. Langkah-langkah Melaksanakan
Diskusi
Agar penggunan diskusi berhasil
dengan efektif, maka perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Langkah Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam persiapan diskusi di antaranya:
1) Merumuskan tujuan yang ingin
dicapai, baik tujuan yang bersifat
umum maupun tujuan khusus.
2) Menentukan jenis diskusi yang
dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai..
3) Menetapkan masalah yang akan
dibahas.
4) Mempersiapkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan
diskusi, misalnya ruang kelas
dengan segala fasilitasnya,
petugas-petugas diskusi seperti
moderator, notulis, dan tim perumus,
manakala diperlukan.
b. Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan diskusi
adalah:
1) Memeriksa segala persiapan
yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran
diskusi.
2) Memberikan pengarahan sebelum
dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan
tujuan yang ingin dicapai serta
aturan-aturan diskusi sesuai
dengan jenis diskusi yang akan
dilaksanakan.
3) Melaksanakan diskusi sesuai
dengan aturan main yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan diskusi
hendaklah memerhatikan suasana
atau iklim belajar yang
menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak
saling menyudutkan, dan lain
sebagainya.
4) Memberikan kesempatan yang
sama kepada setiap peserta diskusi untuk
mengeluarkan gagasan dan
ide-idenya.
5) Mengendalikan pembicaraan
kepada pokok persoalan yang sedang dibahas.
Hal ini sangat penting, sebab
tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
c. Menutup Diskusi
Akhir dari proses pembelajaran
dengan menggunakan diskusi hendaklah
dilakuan hal-hal sebagai berikut:
1) Membuat pokok-pokok pembahasan
sebagai kesimpulan sesuai dengan
hasil diskusi.
2) Me-review jalannya
diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh
peserta sebagai umpan balik untuk
perbaikan selanjutnya.
E. Metode Tugas dan Resitasi
Metode tugas dan resitasi tidak
sama dengan pekerjaan rumah, tetapi lebih
luas dari itu. Tugas dan resitasi
merangsang anak untuk aktif belajar baik
secara individu atau kelompok.
Tugas dan resitasi bisa dilaksanakan di rumah,
di sekolah, di perpustakaan dan
tempat lainnya.
Jenis-jenis tugas sangat banyak
tergantung pada tujuan yang akan dicapai,
seperti tugas meneliti, menyusun
laporan, dan tugas di laboratorium.
Langkah-langkah menggunakan
metode tugas/resitasi:
1. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa
hendaknya mempertimbangkan; tujuan
yang akan dicapai, jenis tugas
dan tepat, sesuai dengan kemampuan
siswa, ada petunjuk yang dapat
membantu dan sediakan waktu yang cukup.
2. Langkah Pelaksanaan Tugas
a) Diberikan bimbingan/pengawasan
oleh guru.
b) Diberikan dorongan sehingga
anak mau melaksanakannya.
c) Diusahakan atau dikerjakan
oleh anak sendiri.
d) Mencatat semua hasil yang
diperoleh dengan baik dan sistematik.
3. Fase Pertanggungjawaban Tugas
Hal yang perlu diperhatikan
adalah:
a) Laporan siswa baik
lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakan.
b) Ada tanya jawab dan diskusi.
c) Penilaian hasil pekerjaan
siswa baik dengan tes atau nontes atau cara
lainnya.
Fase mempertanggungjawabkan tugas
inilah yang disebut resitasi.
F. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode
mengajar yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung yang bersifat
two way traffic sebab pada saat
yang sama terjadi dialog antara
guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab
atau siswa bertanya guru
menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya
hubungan timbal balik secara
langsung antara guru.
Beberapa hal yang penting
diperhatikan dalam metode tanya jawab ini
antara lain:
1. Tujuan yang akan dicapai dari
metode tanya jawab.
1) Untuk mengetahui sampai sejauh
mana materi pelajaran yang telah
dikuasai oleh siswa.
2) Untuk merangsang siswa
berfikir.
3) Memberi kesempatan pada siswa
untuk mengajukan masalah yang
belum dipahami.
2. Jenis pertanyaan.
Pada dasarnya ada dua pertanyaan
yang perlu diajukan, yakni pertanyaan
ingatan dan pertanyaan pikiran:
1) Pertanyaan ingatan,
dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana pengetahuan sudah tertanam
pada siswa. Biasanya pertanyaan
berpangkal kepada apa, kapan, di
mana, berapa, dan yag sejenisnya.
2) Pertanyaan pikiran,
dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana cara berpikir anak dalam
menanggapi suatu persoalan. Biasanya
pertanyaan ini dimulai dengan
kata mengapa, bagaimana.
3. Tehnik mengajukan pertanyaan.
Berhasil tidaknya metode tanya
jawab, sangat bergantung kepada tehnik
guru dalam mengajukan
pertanyaanya. Metode tanya jawab biasanya dipergunakan
apabila:
1) Bermaksud mengulang bahan pelajaran.
2) Ingin membangkitkan siswa
relajar.
3) Tidak terlalu banyak siswa.
4) Sebagai selingan metode
ceramah
G. Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode
pemecahan masalah) bukan hanya sekedar
metode mengajar tetapi juga
merupakan suatu metode berpikir, sebab
dalam problem solving dapat
menggunakan metode-metode lainnya dimulai
dengan mencari data sampai kepada
menarik kesimpulan.
Langkah-langkah metode problem
solving.
1) Ada masalah yang jelas untuk
dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf
kemampuannya.
2) Mencari data atau keterangan
yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya,
dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
3) Menetapkan jawaban sementara
dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada
data yang telah diperoleh, pada langkah
kedua di atas.
4) Menguji kebenaran jawaban
sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah
sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul
cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak
sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban
ini tentu saja diperlukan
metode-metode lainnya seperti demonstrasi,
tugas, diskusi, dan lain-lain.
5) Menarik kesimpulan. Artinya
siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang jawaban dari masalah tadi.
H. Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah suatu karya tulis yang berisi
masalah pemikiran kon-septual, hasil pengamatan, dan hasil penelitian yang
disusun secara sistematis, meng-gunakan bahasa Indonesia yang benar, lugas,
efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara objektif. Dari
konsep tersebut dapat dijelaskan bahwa suatu karya ilmiah merupakan hasil
pemikiran, pengamatan, dan penelitian, sehingga karya ilmiah bukanlah suatu
karya yang berisi hasil imajinasi dan rekaan penulisnya, hasil renungan sesaat,
dan terkesan mengada-ada. Karya ilmiah disusun berdasarkan sistematika
ter-tentu yang sudah lazim dipakai dan berpedoman pada sistematika penulisan
karya ilmiah yang berlaku pada suatu lembaga tertentu. Karya ilmiah harus
menggunakan bahasa Indonesia yang benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang baku,
lugas, dan efektif. Tujuannya adalah agar suatu karya ilmiah mudah dipahami
oleh orang lain tanpa me-nimbulkan makna ganda. Kebenaran suatu karya ilmiah
juga harus dapat dipertang-gungjawabkan secara objektif. Artinya, kebenaran
suatu karya ilmiah harus dapat diuji kebenarannya oleh siapapun.
Karya ilmiah disusun untuk mencapai beberapa tujuan
berikut: menginfor-masikan ide, gagasan, pandangan, wawasan, hasil pengamatan,
dan hasil penelitian kepada pihak lain. Hal-hal tersebut tidak akan ada
manfaatnya bagi orang lain, apabila tidak disusun secara sistematis dan
dipublikasikan. Karya ilmiah yang disusun juga diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada bidang keilmuan yang relevan agar lebih berkembang dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam kaitan itu, terdapat tujuh proses kegiatan
ilmiah yang harus dilalui oleh seorang penulis dalam menyusun sebuah karya
ilmiah. Ketujuh proses tersebut adalah (a) melakukan identifikasi masalah, (b)
membatasi masalah, (c) merumuskan masalah, (d) merumuskan hipotesis, (e)
menguji hipotesis, (f) membuat simpulan, dan (g) mem-publikasikan. Dalam
menulis karya ilmiah terdapat tiga tahap yang harus dilalui. Ketiga tahap
tersebut adalah tahap (a) prapenulisan, (b) penulisan, dan (c) revisi.
I. Hakikat Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan terjemahan
dari bahasa Inggris “science technology society (STS)”, yaitu, suatu
usaha untuk menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia
nyata. STM dalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan, yaitu
tujuan, topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi
dan persiapan/kinerja guru (Iskandar, 1997:17). Sedangkan STM yang dikemukakan
oleh Penn (dalam Nurohman, 2012:9) merupakan
”an interdisciplinary approach which reflects the
widespread realization that in order to meet the increasing demands of a
technical society, education must integrate across disciplines” dengan
demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan
cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai
hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini
berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi
masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap
hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengembangan
pembelajaran di era sekarang ini. Trowbridge dan Byee (1990:53), juga
mengemukakan bahwa hubungan antara sains dan teknologi dengan tujuan sebagai
berikut. Sains diawali dengan pertanyaan tentang gejala alam semesta dan
teknologi diawali dari masalah tentang adaptasi manusia dengan lingkungannya.
Pertanyaan dalam sains akan terjawab dengan penggunaan teknologi yang ada
sehingga menghasilkan penjelasan fenomena-fenomena alam, sebaliknya, persoalan
pada teknologi juga akan terpecahkan dengan metode inkuiri dan dibantu dengan
teknologi yang ada, jadi dalam sains manusia berusaha memahami lingkungan dan
dalam teknologi manusia berusaha mengontrolnya.
Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM
adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan
konsep-konsep sains saja tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi
di dalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab
sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat
(Prayekti, 2002: 777).
Tiga landasan penting dari pendekatan STM, yaitu
adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat, proses
belajar mengajar, pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan
bahwa pelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungan, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses
sains, ranah aktivitas, dan ranah hubungan dan aplikasi (Hidayat dalam
Rusmansyah & Irhasyuarna, 2003: 100).
Pembelajaran dengan pendekatan STM mengembangkan
materi dalam lingkup yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Hubungan antara ilmu pengetahuan, Teknologi
dan masyarakat
Gambar di atas menunjukkan bahwa sains, teknologi, dan
masyarakat sangat erat hubungannya. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial
(masyarakat), lingkungan alam (dipelajari dengan sains), dan lingkungan buatan
(teknologi). Teknologi ini diciptakan oleh manusia
untuk memenuhi kebutukan hidupnya. Teknologi dan sains saling melengkapi sebab
sains merupakan pengetahuan yang sistematis tentang alam sedangkan teknologi
merupakan metode sistematis yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (Robert dan Rustam, 2000:9).
Menurut Rusymansyah (2000: 3), tujuan pendekatan STM
secara umum antara lain adalah :
1) Peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial
dengan topik
pembelajaran di dalam kelas
2) Peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/
perspektif untuk mensikapi berbagai isu/ situasi yang berkembang di masyarakat
berdasarkan pandangan ilmiah 3) Peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai
warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial.
Menurut Yager (dalam Arnie, 2004:14) program STM pada
umumnya memiliki karakteristik/ciri-ciri sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah-masalah setempat
yang memiliki kepentingan dan dampak.
2. Penggunaan sumber daya setempat untuk
mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.
3. Ke ikut sertaan yang aktif dari siswa
dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Fokus kepada dampak sains dan teknologi
terhadap siswa.
5. Suatu pandangan bahwa isi dari sains
bukan hanya konsep-konsep saja yang harus dikuasai siswa dalam tes.
6. Penekanan pada kesadaran karir yang
berkaitan dengan sains dan teknologi.
7. Kesempatan bagi siswa untuk berperan
sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan isu-isu yang telah
diidentifikasi.
8. Identifikasi bagaimana sains dan teknologi
berdampak dimasa depan