Senin, 05 Desember 2016

Teknik Pembelajaran

Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan
suatu metode. Misalnya, cara yang harus dilakukan agar metode
ceramah berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang
melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Misalnya, berceramah pada siang hari setelah makan siang dengan jumlah
siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada
pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.

A. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran Inkuiri menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa
dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari
dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses
berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru
dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic,
yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
1. Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal
untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan
siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,
tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran
itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari
dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan demikian,
strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber
belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas
pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru
dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya
merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat
menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran
belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal.
Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya
manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan
demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat
dominan dalam proses pembelajaran.
2. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.
Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada
hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
b. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi
antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi
anta-ra siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi
berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai
pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah
guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
Karena itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri
sangat diperlukan.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah
proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi
seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan
otak secara maksimal.
d. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.
Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan
kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan
kebenaran hipotesis yang diajukannya.
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan strategi dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar
siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan Mengajak
siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan
langkah yang sangat penting. Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada
kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan
masalah, tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pembelajaran
akan berjalan dengan lancar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan
yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan
teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah
itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri,
oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman
yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses
berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki
landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu
bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat
dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan
akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan
ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tugas
dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang
dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak
apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan
oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan
gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-menerus
memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan
berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka
terangsang untuk berpikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari
tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji
hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya,
kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi,
akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan
merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, karena banyaknya
data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak
fokus pada masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai
kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
4. Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial
Terjadinya ledakan pengetahuan, menuntut perubahan pola mengajar
dari yang hanya sekadar mengingat fakta yang biasa dilakukan melalui strategi
pembelajaran dengan metode kuliah (lecture) atau dari metode latihan (drill)
dalam pola tradisional, menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis
(critical thinking). Strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir itu adalah strategi inkuiri sosial.
Menurut Bruce Joyce, inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran
dari kelompok sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat (concept
of society). Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat
hidup dan dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Karena itulah
siswa harus diberi pengalaman yang memadai bagaimana caranya memecahkan
persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui pengalaman
itulah setiap individu akan dapat membangun pengetahuan yang berguna bagi
diri dan masyarakatnya.
Inkuiri sosial dapat dipandang sebagai suatu strategi pembelajaran yang
berorientsi kepada pengalaman siswa.
Ada tiga karakteristik pengembangan strategi inkuiri sosial. Pertama,
adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat
mendorong terciptanya diskusi kelas. Kedua, adanya rumusan hipotesis sebagai
fokus untuk inkuiri. Ketiga, penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis.
Dari karakteristik inkuiri seperti yang telah diuraikan di atas, maka tampak
inkuiri sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan inkuiri pada umumnya.
Perbedaannya terletak pada masalah yang dikaji adalah masalah-masalah sosial
atau masalah kehidupan masyarakat.
5. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang
banyak dianjurkan, karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
a. Startegi ini merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. Startegi ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan gaya belajar mereka.
c. Startegi ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan
psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang
memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang
lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemahan,
di antaranya:
a. Jika strategi ini digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur
dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang
telah ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasiJan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasikan
oleh setiap guru.

B. Pendekatan Konstruktivistik
1. Pengertian dan Tujuan Pendekatan Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi setelah melakukan kegiatan. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman. Suatu pengalaman diperoleh manusia melalui indera, sehingga melalui indera manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dan dari sanalah pengetahuan diperoleh. Mungkin dapat melalui mata, telinga, hidung, atau indera lainnya. Pengetahuan akan tersusun setelah seseoarang berinteraksi dengan lingkungan. Misalnya seseorang telah melihat sesuatu maka berarti ia telah mengetahui pengetahuan seperti apa yang telah dilihatnya.1
Teori ini memandang bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru ke kepala peserta didik. peserta didik sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah dipelajari atau diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian, menurut teori ini apa-apa yang diajarkan oleh guru tidak harus dipahami oleh peserta didik. Pemahaman peserta didik boleh berbeda dengan guru. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang berhak menentukan pengetahuan yang ada pada diri seseorang adalah individu itu sendiri, bukan orang lain. Yaitu dengan melalui indera yang dimiliki, atau dari satu pengalaman pada pengalaman yang selanjutnya. Teori ini juga perpendapat bahwa berpikir yang baik adalah lebih penting dari pada mempunyai jawaban yang benar. Dengan berpikir yang baik maka seseorang dapat menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapi.
Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan yang memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.2
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar peserta didik secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan peserta didik akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif peserta didik.Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.3
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan.4 Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan konstruktivistik dan aspek-aspek si-belajar, peranan guru, saran belajar dan evaluasi belajar. Proses belajar menurut teori ini adalah tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh peserta didik, melainkan melalui interaksi jaringan social yang unik, atau suatu usaha pemberian makna oleh peserta didik kepada pengalamannya melaluai proses asimiasi dan akomodasi, yang akan terbentuk suatu kontruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran pada kognitifnya. Menurut teori ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif dalam berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dan hakekatnya kendali belajar sepenuhnya terdapat pada peserta didik.5
Karakteristik pembelajaran yang dilakukan adalah:6
a. Membebaskan peserta didik dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih luas.
b. Menempatkan peserta didik sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan diantara ide-ide atau gagasannya, memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

c. Guru bersama-sama peserta didik mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
David Ausabel berargumen bahwa peserta didik tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan dan beberapa siswa membutuhkan motivasi eksternal untuk mempelajari apa yang diajarkan di sekolah. Adapun pandangan yang ada pada konstruktivistik adalah:7
7 Baharuddin dan Wahyuni, Esa. Teori Belajar dan Pembelajaran. (Jogyakarta: Ar-RuzzMedia Group,
a. Membutuhkan keaktifan peserta didik dalam belajar
b. Menekankan cara-cara bagaimana pengatahuan peserta didik yang sudah ada dapat menjadi bagian dari pengatahuan baru
c. Mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus

Adapun tujuan dari pembelajaran melalui Pendekatan konstruktivistik ini adalah menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman baik dalam arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses ”Learn To Be” serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.8
Sedangkan untuk tujuan pengajaran yang dilaksanakan di dalam kelas menurut Mager adalah menitik beratkan pada perilaku peserta didik atau perbuatan (performance) sebagai suatu jenis out put yang terdapat pada peserta didik dan teramati serta menunjukkan bahwa peserta didik tersebut telah melaksanakan kegiatan belajar. Pengajar mengemban tugas utamanya adalah mendidik dan membimbing peserta didik untuk belajar serta mengembangkan dirinya. Di dalam tugasnya seseorang guru diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memberi pengalaman-pengalaman lain untuk membentuk kehidupan sebagai individu yang dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat modern.9 Menurut konstruktivisme peserta didik mengkonstruksi pengetahuan dengan cara memberi arti pada pengetahuan tersebut sesuai pengalamannya. peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu dan mentransformasi suatu informasi kompleks ke situasi lain serta bergelut dengan ide-ide.

C. Metode Demonstrasi
Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu
siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau
data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran
dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu
proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan.
Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara
lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar
memerhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran
lebih konkret. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk
mendukung keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri.
1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Demonstrasi
Sebagai suatu metode pembelajaran demonstrasi memiliki beberapa kelebihan,
di antaranya:
a. Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari,
sebab siswa disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan.
b. Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar,
tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.
c. Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan
untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian
siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
Di samping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa
kelemahan, di antarannya:
a. Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa
persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan
metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan
pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya
terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak.
b. Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai
yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang
lebih mahal dibandingkan dengan ceramah.
c. Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Di samping
itu demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus
untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.
2. Langkah-langkah Menggunakan Metode Demonstrasi
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1) Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi
berakhir.
2) Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan.
3) Lakukan uji coba demonstrasi.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Langkah pembukaan.
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
di antaranya:
a) Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan
dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
b) Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa.
c) Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya
siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting
dari pelaksanaan demonstrasi.
2) Langkah pelaksanaan demonstrasi.
a) Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa
untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaanpertanyaan yang mengandung
teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan
demonstrasi.
b) Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana
yang menegangkan.
c) Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan
memerhatikan reaksi seluruh siswa.
d) Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.
3) Langkah mengakhiri demonstrasi.
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri
dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan
pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal
ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi
itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya
guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi
itu untuk perbaikan selanjutnya.
D. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa
pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan
suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami
pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena
itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi
lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara
bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk
menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya
timbul dari asumsi: (1) diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi
hasilnya oleh karena interaksi antar siswa muncul secara spontan, sehingga
hasil dan arah diskusi sulit ditentukan; (2) diskusi biasanya memerlukan waktu
yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran di dalam kelas sangat
terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu
secara tuntas. Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab,
dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian semacam itu bisa
dihindari.
Dilihat dari pengorganisasian materi pembelajaran, ada perbedaan yang
sangat prinsip dibandingkan dengan metode sebelumnya, yaitu ceramah dan
demonstrasi. Kalau metode ceramah dan demonstrasi materi pelajaran sudah
diorganisir sedemikian rupa sehingga guru tinggal menyampaikannya, maka
pada metode ini bahan atau materi pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya
serta tidak disajikan secara langsung kepada siswa, matari pembelajaran ditemukan dan diorganisir oleh siswa sendiri, karena tujuan utama metode ini
bukan hanya sekadar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses belajar.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses
pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi
kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan
oleh kelas secara keseluruhan. Pengatur jalannya diskusi adalah guru. Kedua,
diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini
dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa submasalah. Setiap
kelompok memecahkan submasalah yang disampaikan guru. Proses diskusi
diakhiri dengan laporan setiap kelompok.
1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Diskusi
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam
kegiatan belajar mengajar.
a. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya
dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
b. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi
setiap permasalahan.
c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan
secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai
pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan,
di antaranya:
a. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa
yang memiliki keterampilan berbicara.
b. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
c. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang direncanakan.
d. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional
yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa
tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
2. Jenis-jenis Diskusi
Terdapat bemacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, antara lain:
a. Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan
masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi.
Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: (1) guru membagi
tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi
moderator, siapa yang menjadi penulis; (2) sumber masalah (guru, siswa, atau
ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama
10-15 menit; (3) siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan
setelah mendaftar pada moderator; (4) sumber masalah memberi tanggapan;
dan (5) moderator menyimpulkan hasil diskusi.
b. Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-
kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya
dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah
tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh
setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok
menyajikan hasil diskusinya.
c. Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan
dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan
untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para
penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium
diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang
telah ditentukan sebelumnya.
d. Diskusi Panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh
beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens.
Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel
audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau
para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi
panel efektif perlu digabungkan dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.
3. Langkah-langkah Melaksanakan Diskusi
Agar penggunan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Langkah Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya:
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat
umum maupun tujuan khusus.
2) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai..
3) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
4) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan
diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya,
petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus,
manakala diperlukan.
b. Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi
adalah:
1) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran
diskusi.
2) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan
tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai
dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
3) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana
atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak
saling menyudutkan, dan lain sebagainya.
4) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk
mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
5) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas.
Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
c. Menutup Diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah
dilakuan hal-hal sebagai berikut:
1) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan
hasil diskusi.
2) Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh
peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.

E. Metode Tugas dan Resitasi
Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi lebih
luas dari itu. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik
secara individu atau kelompok. Tugas dan resitasi bisa dilaksanakan di rumah,
di sekolah, di perpustakaan dan tempat lainnya.
Jenis-jenis tugas sangat banyak tergantung pada tujuan yang akan dicapai,
seperti tugas meneliti, menyusun laporan, dan tugas di laboratorium.
Langkah-langkah menggunakan metode tugas/resitasi:
1. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan; tujuan
yang akan dicapai, jenis tugas dan tepat, sesuai dengan kemampuan
siswa, ada petunjuk yang dapat membantu dan sediakan waktu yang cukup.
2. Langkah Pelaksanaan Tugas
a) Diberikan bimbingan/pengawasan oleh guru.
b) Diberikan dorongan sehingga anak mau melaksanakannya.
c) Diusahakan atau dikerjakan oleh anak sendiri.
d) Mencatat semua hasil yang diperoleh dengan baik dan sistematik.
3. Fase Pertanggungjawaban Tugas
Hal yang perlu diperhatikan adalah:
a) Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakan.
b) Ada tanya jawab dan diskusi.
c) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes atau nontes atau cara
lainnya.
Fase mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut resitasi.

F. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat
yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab
atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya
hubungan timbal balik secara langsung antara guru.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini
antara lain:
1. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab.
1) Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah
dikuasai oleh siswa.
2) Untuk merangsang siswa berfikir.
3) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang
belum dipahami.
2. Jenis pertanyaan.
Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanyaan
ingatan dan pertanyaan pikiran:
1) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana pengetahuan sudah tertanam pada siswa. Biasanya pertanyaan
berpangkal kepada apa, kapan, di mana, berapa, dan yag sejenisnya.
2) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya
pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa, bagaimana.
3. Tehnik mengajukan pertanyaan.
Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung kepada tehnik
guru dalam mengajukan pertanyaanya. Metode tanya jawab biasanya dipergunakan
apabila:
1) Bermaksud mengulang bahan pelajaran.
2) Ingin membangkitkan siswa relajar.
3) Tidak terlalu banyak siswa.
4) Sebagai selingan metode ceramah

G. Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar
metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab
dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai
dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Langkah-langkah metode problem solving.
1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah
kedua di atas.
4) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban
ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi,
tugas, diskusi, dan lain-lain.
5) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang  jawaban dari masalah  tadi.

H. Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah suatu karya tulis yang berisi masalah pemikiran kon-septual, hasil pengamatan, dan hasil penelitian yang disusun secara sistematis, meng-gunakan bahasa Indonesia yang benar, lugas, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara objektif. Dari konsep tersebut dapat dijelaskan bahwa suatu karya ilmiah merupakan hasil pemikiran, pengamatan, dan penelitian, sehingga karya ilmiah bukanlah suatu karya yang berisi hasil imajinasi dan rekaan penulisnya, hasil renungan sesaat, dan terkesan mengada-ada. Karya ilmiah disusun berdasarkan sistematika ter-tentu yang sudah lazim dipakai dan berpedoman pada sistematika penulisan karya ilmiah yang berlaku pada suatu lembaga tertentu. Karya ilmiah harus menggunakan bahasa Indonesia yang benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang baku, lugas, dan efektif. Tujuannya adalah agar suatu karya ilmiah mudah dipahami oleh orang lain tanpa me-nimbulkan makna ganda. Kebenaran suatu karya ilmiah juga harus dapat dipertang-gungjawabkan secara objektif. Artinya, kebenaran suatu karya ilmiah harus dapat diuji kebenarannya oleh siapapun.
Karya ilmiah disusun untuk mencapai beberapa tujuan berikut: menginfor-masikan ide, gagasan, pandangan, wawasan, hasil pengamatan, dan hasil penelitian kepada pihak lain. Hal-hal tersebut tidak akan ada manfaatnya bagi orang lain, apabila tidak disusun secara sistematis dan dipublikasikan. Karya ilmiah yang disusun juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bidang keilmuan yang relevan agar lebih berkembang dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam kaitan itu, terdapat tujuh proses kegiatan ilmiah yang harus dilalui oleh seorang penulis dalam menyusun sebuah karya ilmiah. Ketujuh proses tersebut adalah (a) melakukan identifikasi masalah, (b) membatasi masalah, (c) merumuskan masalah, (d) merumuskan hipotesis, (e) menguji hipotesis, (f) membuat simpulan, dan (g) mem-publikasikan. Dalam menulis karya ilmiah terdapat tiga tahap yang harus dilalui. Ketiga tahap tersebut adalah tahap (a) prapenulisan, (b) penulisan, dan (c) revisi.

I. Hakikat Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “science technology society (STS)”, yaitu, suatu usaha untuk menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. STM dalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan, yaitu tujuan, topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja guru (Iskandar, 1997:17). Sedangkan STM yang dikemukakan oleh Penn (dalam Nurohman, 2012:9) merupakan
an interdisciplinary approach which reflects the widespread realization that in order to meet the increasing demands of a technical society, education must integrate across disciplines” dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini. Trowbridge dan Byee (1990:53), juga mengemukakan bahwa hubungan antara sains dan teknologi dengan tujuan sebagai berikut. Sains diawali dengan pertanyaan tentang gejala alam semesta dan teknologi diawali dari masalah tentang adaptasi manusia dengan lingkungannya. Pertanyaan dalam sains akan terjawab dengan penggunaan teknologi yang ada sehingga menghasilkan penjelasan fenomena-fenomena alam, sebaliknya, persoalan pada teknologi juga akan terpecahkan dengan metode inkuiri dan dibantu dengan teknologi yang ada, jadi dalam sains manusia berusaha memahami lingkungan dan dalam teknologi manusia berusaha mengontrolnya.
Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat (Prayekti, 2002: 777).
Tiga landasan penting dari pendekatan STM, yaitu adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat, proses belajar mengajar, pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa pelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah aktivitas, dan ranah hubungan dan aplikasi (Hidayat dalam Rusmansyah & Irhasyuarna, 2003: 100).
Pembelajaran dengan pendekatan STM mengembangkan materi dalam lingkup yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Hubungan antara ilmu pengetahuan, Teknologi dan masyarakat
Gambar di atas menunjukkan bahwa sains, teknologi, dan masyarakat sangat erat hubungannya. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial (masyarakat), lingkungan alam (dipelajari dengan sains), dan lingkungan buatan
(teknologi). Teknologi ini diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutukan hidupnya. Teknologi dan sains saling melengkapi sebab sains merupakan pengetahuan yang sistematis tentang alam sedangkan teknologi merupakan metode sistematis yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Robert dan Rustam, 2000:9).
Menurut Rusymansyah (2000: 3), tujuan pendekatan STM secara umum antara lain adalah :
1) Peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik
pembelajaran di dalam kelas
2) Peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/ perspektif untuk mensikapi berbagai isu/ situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah 3) Peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial.
Menurut Yager (dalam Arnie, 2004:14) program STM pada umumnya memiliki karakteristik/ciri-ciri sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.
2. Penggunaan sumber daya setempat untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.
3. Ke ikut sertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.
5. Suatu pandangan bahwa isi dari sains bukan hanya konsep-konsep saja yang harus dikuasai siswa dalam tes.
6. Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
7. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan isu-isu yang telah diidentifikasi.
8. Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak dimasa depan